Jakarta sebagai
pusat bisnis, pusat pemerintahan hingga pusat perekonomian membuat kota ini
selalu tidak pernah kehilangan daya tariknya. Ironisnya, dibalik segala macam
bentuk westernisasi yang ada di Jakarta, sifat konsumerisme masyarakatnya, dan
kokohnya gedung pencakar langit, Jakarta tidak luput akan kemiskinan.
Segelintir masyarakat yang masih hidup jauh dibawah kondisi kesejahteraan juga
ikut meramaikan kota yang memiliki lebih dari 100 mall ini.
Cerita dari Roby,
Puput, Andre, maupun anak-anak lain yang meninggali tempat tersebut menyentuh
hati saya. Ironis memang, ketika banyak anak-anak yang sudah diberi segala
macam fasilitas oleh orang tuanya malah bermalas-malasan untuk sekolah,
sedangkan mereka yang bisa dibilang serba kurang mempunyai semangat yang sangat
tinggi dalam belajar. Masalah tentang rendahnya pendidikan di Indonesia memang
menjadi salah satu masalah sosial yang sulit untuk dicari jalan keluarnya.
Usaha pemerintah seperti wajib belajar 9 tahun, dan dana BOS kurang bisa
berjalan dengan lancar, salah satunya juga karena mereka lebih memilih membantu
orang tua mencari uang.
Berkeinginan untuk
bertemu dengan masyarakat tersbut, saya dan kelompok saya berkesempatan
berkunjung ke daerah kampung di bilangan Jakarta Utara, tepatnya di pinggiran
kereta api yang sudah tidak terpakai lagi di belakang ITC Mangga Dua. Dijemput dengan sebuah kendaraan bernama
‘Lori’ kami tiba di sekolah tersebut dengan cepat. Lori merupakan sebuah
gerobak yang diberi roda yang diletakkan di rel seperti kereta yang didorong
oleh manusia. Mendorong lori merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan
anak-anak sekitar situ untuk mencari uang. Salah satu pendorong lori bernama
Andre, seorang bocah kelas 6 SD yang katanya menggemari musik reggage. Dibalik
tingkahnya yang slenge’an, ia mempunyai semangat yang besar
untuk belajar. Ironisnya tidak semua anak yang tinggal di sana mempunyai
kesempatan untuk sekolah, salah satunya yang bernama Roby. Roby yang juga
merupakan seorang pendorong lori terpaksa putus sekolah ketika ia kelas 5 SD.
Ia lebih memilih menjadi pendorong lori ketimbang menjadi seorang pelajar,
karena dari lori ia bisa mendapat uang.
Selain Roby ada juga
Puput yang berumur 10 tahun. Puput tidak pernah merasakan bangku sekolah karena
tidak ada biaya sama sekali. Puput tinggal bersama ibu dan kakaknya karena
ayahnya sudah lama meninggalkan keluarganya. Tadinya ibu Puput bekerja sebagai
pemulung namun semenjak ditinggal oleh ayah Puput, beliau menjadi stress.
Akhirnya kakak Puput yang masih berusia sekolah terpaksa bekerja menjadi kuli
bangunan demi menghidupi keluarga.
Pola pikir
masyarakat Indonesia memang harus dirubah, banyak yang berpikir kalau
pendidikan itu tidaklah begitu penting asalkan bisa mencari uang. Padahal kalau
mereka menginginkan pekerjaan yang lebih ‘layak’ mereka juga butuh pendidikan.
Oleh karena itu didirikanlah sebuah sekolah informal yang bernama The Umbrella
Wisdom.
The Umbrella Wisdom merupakan tempat dimana anak-anak yang tinggal di pinggiran rel tersebut bisa belajar membaca, menulis, berhitung, belajar bahasa asing seperti bahasa inggris, maupun belajar membuat sebuah karya seni. Selain belajar The Umbrella Wisdom juga mengadakan program lain dia
ntaranya menanam, kerja bakti, dan juga program makanan sehat yang dimasak oleh orang tua murid secara bergantian. The Umbrella Wisdom dibuka setiap hari Senin, Rabu, dan Sabtu. Dengan adanya sekolah informal seperti itu sedikit banyak dapat membantu anak-anak yang tidak mendapat kesempatan untuk belajar di sekolah formal dalam mendapat masa depan yang diharapkan bisa mereka miliki lebih baik lagi dari kehidupan mereka yang sekarang. Semoga nantinya semakin banyak lagi sekolah-sekolah informal semacam The Umbrella Wisdom yang bermunculan karena masa depan Indonesia juga berada di tangan mereka.
The Umbrella Wisdom merupakan tempat dimana anak-anak yang tinggal di pinggiran rel tersebut bisa belajar membaca, menulis, berhitung, belajar bahasa asing seperti bahasa inggris, maupun belajar membuat sebuah karya seni. Selain belajar The Umbrella Wisdom juga mengadakan program lain dia
ntaranya menanam, kerja bakti, dan juga program makanan sehat yang dimasak oleh orang tua murid secara bergantian. The Umbrella Wisdom dibuka setiap hari Senin, Rabu, dan Sabtu. Dengan adanya sekolah informal seperti itu sedikit banyak dapat membantu anak-anak yang tidak mendapat kesempatan untuk belajar di sekolah formal dalam mendapat masa depan yang diharapkan bisa mereka miliki lebih baik lagi dari kehidupan mereka yang sekarang. Semoga nantinya semakin banyak lagi sekolah-sekolah informal semacam The Umbrella Wisdom yang bermunculan karena masa depan Indonesia juga berada di tangan mereka.
No comments:
Post a Comment